Di dalam hutan yang rimbun, hiduplah seekor kancil kecil. Setiap pagi ia berkeliling untuk menyapa dan bermain bersama teman-temannya di hutan. Ada kelinci, marmut, kucing, kambing, dan masih banyak lagi. Kancil adalah hewan yang cerdik dan ramah, hewan-hewan di hutan suka berteman dengan kancil.
Suatu pagi kancil pergi ke tepi sngai untuk minum, tapi alangkah terkejutnya si kancil melihat buaya hijau yang sangat bersar berada di bawah pohon apel. Buaya yang menyadari kehadiran kancil menyapa dengan tenang, "Selamat pagi kancil, apakah hari ini kau ingin menyebrangi sungai? Biar aku yang mengantarmu, sugai ini dalam dan deras, tubuh mungilmu bisa saja tenggelam".
Kancil kecil kaget dengan perkataan buaya. Tidak seharusnya buaya ramah kepada makanannya. "Tidak buaya, aku hanya ingin minum. Kau sedang apa di sini? Memburu hewan kecil sepertiku untuk kau makan ya?", tanya kancil sedikit takut.
"Hooo tentu tidak kancil... aku sekarang vegetarian. Aku hanya makan buah". BRAKK!!! Buaya mengibaskan ekornya pada pohon apel hingga beberapa buahnya berjatuhan. Kemudian buaya memakan beberapa apel yang jatuh di atas rumput. "Nyam nyam nyam, apel ini enak ya kancil. Segar... makanlah beberapa bersamaku" , ajak sang buaya.
Kancil merasa heran dan ragu untuk mendekat dan makan apel dengan buaya. Apa mungkin buaya yang pemakan daging bisa berubah menjadi pemakan tumbuhan dengan cepat. Buaya kemudian mendorong dua buah apel ke arah kancil agar kancil kecil bisa makan tanpa ragu. Si kancilpun makan dengan tetap berhati-hati. Dalam hati kecilnya yang ragu kancil merasa mungkin buaya memang sudah berubah dan tidak makan hewan kecil sepertinya lagi.
Sejak hari itu kancil mulai memberanikan diri untuk berteman dengan buaya juga. Setiap hari mereka bertemu di bawah pohon apel untuk makan apel bersama. Hari demi hari kancil merasa aman berada di dekat buaya. Mereka bermain dan bercerita. Ketika matahari sudah berada lurus di atas kepala, buaya selalu berpamitan untuk masuk ke air dan menyebrangi sungai. Ia berkata bahwa ia juga berteman dengan kelinci dan monyet di sebrang sungai. Mereka berjanji untuk bermain bersama setiap siang. Kancilpun mengantarnya higga bibir sungai sampai melihat ekor buaya masuk seluruhnya ke dalam sungai.
Hari-hari kancil semakin bahagia dan tenang karena merasa lebih aman. Satu pemangsanya sudah berubah di hutan ini. Kancil berandai-andai, apakah harimau dan singa juga akan makan buah nantinya? seperti teman barunya, sang buaya.
Kancil melanjutkan rutinitasnya untuk menyapa dan bermain dengan teman-teman lamanya, namun beberapa temannya sangat sulit dijumpai. Marmut yang biasanya sedang istirahat siang sambil makan kol juga jarang ia temui. Begitu juga dengan berang-berang. "hmm... apa mereka berteman dengan buaya juga? mungkin akan kutanyakan pada buaya besok pagi", gumam si kancil sambil berlari kecil di hutan.
Keesokan paginya, si kancil kembali menemui buaya di tepi sungai. "Selamat pagi buaya!", sapa si kancil dengan ramah.
"Selamat pagi kancil", jawab buaya girang. "Hari ini apel di sini sudah tinggal sedikit ya, aku hanya bisa menjatuhkan beberapa apel saja.", ucap buaya sambil menyodorkan apel pada kancil.
Kancil makan apel pemberian buaya sembari mendongak memandangi pohon apel yang sudah hampir habis buahnya. "Wah... benar juga. Sepertinya kita harus mencari pohon buah yang lainnya ya buaya".
"Sebenarnya di sebrang sungai ada banyak pohon apel, kancil. Tidak hanya apel. Ada tomat, anggur, mangga, sayur-sayuran juga ada. Minggu lalu aku mengantarkan marmut untuk makan sayur di sana." Kancil tiba-tiba teringat marmut, temannya yang sudah beberapa hari tidak kelihatan.
Kancil mulai merasa curiga dengan perkataan buaya. Apakah marmut benar-benar diantarkan ke sana?. "Oh ya? ah... pantas saja aku tidak bisa menemuinya akhir-akhir ini. Rupanya dia pergi ke sebrang sungai ya."
"Betul kancil, kalau kamu mau aku bisa mengantarmu. Nanti ku kenalkan kamu pada teman-temanku di sebrang sana". ucap buaya sambil memakan apel-apelnya.
UHUK UHUK UHUK!!! Sang buaya tiba-tiba terbatuk keras. "Kancil tolong...! sepertinya ada apel yang menyangkut di tenggorokanku!", ucap sang buaya panik sambil membuka mulutnya lebar-lebar
"Apa! Bagaimana bisa?", kancil kaget sambil memandangi mulut buaya yang berbingkaikan gigi-gigi yang tajam dan besar. Tenggorokan buaya gelap. Ia tidak bisa melihat apel yang tersangkut di sana.
"Coba kau lihat ke dalam dan dorong dengan kakimu, aku yakin pasti bisa!", jawab buaya dengan suara yang parau dan kesakitan.
Kancil yang cerdik merasa ada yang aneh. Ia tidak langsung menuruti perkataan buaya. "Aku kancil kecil, buaya. Sepertinya kaki pendekku tidak cukup panjang untuk menjangkau tenggorokanmu. Tunggu di sini sebentar ya.. akan kucarikan ranting pohon untuk membantumu. Jangan kemana-mana!", ucap kancil panik sambil melompat ke dalam hutan. Jantung kancil berdebar kencang. Ia sadar bahwa ia sebearnya akan dimangsa buaya besar yang selama ini ia anggap sudah berubah.
Tibatiba langkahnya terhenti oleh kelinci putih, teman lamanya. "Stooooppp stop stop! Kamu kenapa lari terbirit-birit, kancil?", tanya kelinci keheranan.
"Kelinci!! Aku baru saja hampir masuk ke mulut buaya!", Jawab kancil panik. Kancil kemudian menceritakan kejadian yang sudah seminggu ini ia alami. Tentang buaya teman barunya, tentang pohon apel, tentang pohon buah dan sayur di sebrang sungai, dan juga tentang marmut yang hilang.
Kelinci yang mendengar cerita kancil tibatiba pucat. Ia baru saja bertemu kerbau yang juga sering berada di pinggir sungai untuk makan. "Kancil, sebenarnya aku baru saja bertemu kerbau. Ia bercerita bahwa beberapa hari yang lalu ia melihat marmut masuk ke dalam mulut buaya, kemudian HAMMM! ia ditelan begitu saja. Buaya itu memang sering mencari makan di situ. Berhati-hatilah dengannya!", ucap kelinci gemetaran.
Kancil seolah tidak percaya dengan perkataan kelinci. Tapi mengingat apa yang sudah terjadi padanya barusan, semuanya menjadi masuk akal. Buaya hanya berpura-pura makan apel agar ia bisa membujuk kancil masuk ke mulutnya dengan suka rela. Untuk saja kancil cerdik. Ia memilih mencari alasan agar bisa lari dari buaya. Tentu saja hari itu ia meninggalkan buaya yang ternganga di pinggir sungai untuk waktu yang cukup lama.
Di sisi lain, buaya masih membuka mulutnya lebar-lebar bersiap untuk memangsa kancil apabila ia datang. Tapi hari itu kancil tidak kembali, mataharipun sudah bergeser sangat jauh. Buaya sadar kalau kancil hewan yang cerdik. Ia mungkin sudah menyadari bahwa kebaikannya selama ini hanyalah jebakan. BRAKKK!!! Dengan marah buaya mengibaskan ekornya pada pohon apel kemudian BUKKK!!! Sebuah dahan besar jatuh menghantam kepala buaya. Buaya yang penuh kepalsuan itu pusing dan kembali ke sugai dengan jengkel. Makanan tidak didapat, malah benjol di kepala yang didapat.
Dari cerita ini kita bisa belajar bahwa kita harus selalu waspada dimanapun kita berada. Juga... tidak baik berusaha mendapatkan sesuatu dengan menipu orang lain. Semoga dongeng Si Kancil dan Buaya Palsu hari ini bisa menemani tidur kalian yang nyenyak. sampai jumpa di dongeng-dongeng selanjutnya
Kak apakah buaya darat jg termasuk buaya palsu?
BalasHapuswow, di kantor saya banyak buaya
BalasHapus